Dengan Menyebut Nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
Izinkan aku bicara dari hati seorang wanita, yang mungkin bisa mewakili suara saudara-saudaraku, para akhwat pada umumnya.
Proses ’ta’aruf’ merupakan suatu proses awal menuju proses selanjutnya,
yaitu khitbah dan akhirnya sebuah pernikahan. Memang tidak semua sukses
sampe tahap itu. Sang Sutradaralah yang mengatur. Semua adalah skenario
dan rekayasaNya. Manusia hanya berencana dan ikhtiar, keputusan tetap
dalam genggamanNya. Tapi kita manusia juga diberi pilihan. Hidup adalah
pilihan. Mau baik ato buruk, mau syurga or neraka, mau sukses ato gagal,
semua adalah pilihan. Namun tetap Allah Yang Maha Menentukan.
Aku ingin titip pesan pada para ikhwan yang sdh memutuskan hendak melontarkan perkataan ’ta’aruf’ pada seorang akhwat;
Bagi para ikhwan, pikirkanlah baik-baik, matang-matang, dan masak-masak
sebelum menawarkan sebuah jalinan bernama ta’aruf. Jangan mudah
melontarkannya jika tak ada komitmen dan kesungguhan untuk
meneruskannya. Mengertilah keadaan akhwat. Antum tahu, bahwa sifat kaum
hawa itu lebih sensitif. Akhwat mudah sekali terbawa perasaan. Disadari
atau tidak, diakui atau tidak, akhwat adalah makhluk yang kadang mudah
sekali GeEr, suka disanjung, suka diberi pujian apalagi diberi perhatian
lebih.
Jadi saat kata ta’aruf atau mungkin khitbah itu keluar dari lisan
seorang lelaki baik dan sholih seperti antum, tak ada alasan bagi akhwat
untuk menolak. Karena jika akhwat menolak tanpa alasan yang jelas, maka
hanya fitnah yang ada. Jadi, tolong tanyakan lagi pada diri antum,
apakah kata-kata itu memang keluar dari lubuk hati antum yang terdalam?
Apakah antum sudah memohon petunjuk kepada yang Maha Menguasai Hati? Apa
antum benar-benar siap (ilmu, iman, mental, fisik, materi, dll) untuk
menjalin ikatan suci bernama pernikahan? Sekali lagi, berhati-hatilah
dengan kata ta’aruf. Karena ta’aruf adalah gerbang menuju pernikahan.
Proses ’ta’aruf’ menuju pernikahan memerlukan sebuah rentang waktu
tertentu. Bila diibaratkan ta’aruf adalah pintu halaman rumah antum dan
pernikahan adalah pintu rumah antum, kemudian timbul pertanyaan, berapa
jauhkah jarak pintu gerbang menuju pintu rumah antum? padahal selama
perjalanan akan banyak cobaan menghadang. Bunga-bunga indah di halaman
rumah antum bisa membuat akhwat terpesona. Kolam ikan yang indah juga
membuat akhwat terlena. Ingin sekali akhwat memetiknya, ingin sekali
akhwat berlama-lama di sana menikmati keindahan dan kenikmatan yang
antum sajikan. Tapi tdk berhak, karena belum mendapat izin dari si
empunya rumah.
Akhwat ingin segera mencapai sebuah keberkahan, tapi di tengah jalan
antum menyuguhkan keindahan-keindahan yang membuat akhwat lupa akan
tujuan semula. Lebih menyakitkan lagi jika antum membuka gerbang itu
lebar-lebar dan akhwatpun menyambut panggilan antum dengan hati
berbunga-bunga. Tapi setelah akhwat mendekat dan sampai di depan pintu
rumah antum, ternyata pintu rumah antum masih tertutup. Bahkan antum tak
berniat membukakannya. Saat itulah hati akhwat hancur berkeping-keping.
Setelah semua harapan terangkai, tapi kini semua runtuh tanpa sebuah
kepastian. Atau mungkin antum akan membukakannya, tapi kapan? Antum
bilang jika saatnya tepat. Lalu antum membiarkan akhwat menunggu di
teras rumah antum dengan suguhan yang membuat akhwat kembali terbuai,
tanpa ada sebuah kejelasan. Jangan biarkan akhwat berlama-lama di
halaman rumah antum jika memang antum tak ingin atau belum siap
membukakan pintu untuknya. Akhwat akan segera pulang karena mungkin saja
salah alamat. Siapa tahu rumah antum memang bukan tempat berlabuhnya
hati mereka. Ada rumah lain yang siap menjadi tempat bernaung mereka
dari teriknya matahari dan derasnya hujan di luar sana. Mereka tak ingin
mengkhianati calon suami mereka yang sebenarnya. Di istananya ia
menunggu calon bidadarinya. Menata istananya agar tampak indah.
Sementara mereka berkunjung dan berlama-lama di istana orang lain.
Akhi, sebelum ijab qobul itu keluar dari lisan antum, cinta adalah
cobaan. Cinta itu akan cenderung pada nafsu. Cinta itu akan cenderung
untuk mengajak berbuat maksiat . Itu pasti! Langkah-langkah syetan yang
akan menuntunnya. Kita tentunya tdk mau memakai label ‘ta’aruf untuk
membungkus suatu kemaksiatan bukan? Hati-hatilah dengan hubungan ta’aruf
yang menjelma menjadi TTM (Ta’aruf Tapi Mesra). Tolong hargai akhwat
sebagai saudara antum. Akhwat bukan kelinci percobaan. Akhwat punya
perasaan yang tidak berhak antum buat ’coba-coba’. Pikirkanlah kembali.
Mintalah petunjukNya. Jika antum memang sudah siap dan merasa mantap,
segera jemput mereka.
Dan satu lagi yang perlu antum perhatikan adalah bagaimana cara antum
menjemput. Tentunya kita menginginkan kata ’berkah’ di awal, di tengah,
sampai di ujung pernikahan kan? Hanya ridho dan keberkahanNya lah yang
menjadi tujuan. Pilihlah cara yang tepat dan berkah. Antum sudah merasa
mantap pada akhwat itu. Antum yakin seyakin-yakinnya bahwa dialah
bidadari yang akan menghias istana antum. Tapi antum tidak menggunakan
cara yang tepat untuk menjemputnya. Sama halnya jika antum yakin dan
mantap untuk menuju Surabaya. Tapi dari Jakarta antum salah memilih
kendaraan, akibatnya antum gak akan pernah sampai ke Surabaya, malah
nyasar. Ato kendaraannya sudah bener tapi nggak efektif. Terlalu lama di
perjalanan. Masih keliling-keliling dulu. Akhirnya banyak waktu
terbuang percuma selama perjalanan. Jadi, antum juga harus memikirkan
cara yang baik/ahsan, tepat dan berkah agar bahtera rumah tangga antum
berjalan di atas ridho dan keberkahanNya.
Semoga pesan ini bisa menjadi bahan renungan antum, para ikhwan, calon
qowwam kami (para akhwat) dalam mengarungi bahtera rumah tangga Islami
yang akan melahirkan generasi penyeru dan pembela agama ALLAH. Akhirnya
aku minta maaf, afwan jiddan bila dalam pesan ini ada hal-hal yg kurang
akhsan..
Sumber:
http://khalilah-luthfiyah.abatasa.co.id/post/detail/9849/pesan-untuk-ikhwan-yang-hendak-bertaaruf-dengan-seorang-akhwat
0 komentar:
Posting Komentar